Pimpinan Baleg DPR: Terlalu Banyak UU, Regulasi di Indonesia Perlu Penyederhanaan merupakan judul dari sebuah artikel kami kali ini. Kami ucapkan Selamat datang di fstvgr.com, Ide Terbaik untuk Alam Semesta. Pada kesempatan kali ini, kami akan membahas soal Pimpinan Baleg DPR: Terlalu Banyak UU, Regulasi di Indonesia Perlu Penyederhanaan.
fstvgr.com – Indonesia di nilai terlalu banyak undang-undang (UU) sehingga perlu ada monitoring legislasi untuk memperbaiki hal tersebut.
Demikian di sampaikan Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Iman Sukri saat memimpin rapat dengan agenda penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Tahun 2025-2029 serta Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2025 di Rapat Baleg, Gedung Nusantara I, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa 29 Oktober 2024.
“Bahwa regulasi di Indonesia ini terlalu banyak, undang-undangnya terlalu over, kemudian soal monitoring legislasi juga tak berjalan,” kata Iman.
Rapat dengar pendapat tersebut di hadiri dengan tiga lembaga, yakni Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Indonesian Parliamentary Center, dan Komisi Nasional Perempuan.
Iman yang politikus PKB ini mencontohkan, ada aspirasi untuk dimunculkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Persepakbolaan. RUU tersebut terlalu teknis dan seharusnya urusan sepak bolah masuk menjadi cabang dari RUU Olahraga.
“Ada ribuan, bahkan ada legislasi yang perlu di kaji ulang,” katanya.
Penjelasan Iman Sukri Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI
Iman menjelaskan, ketiga lembaga yang mengikuti rapat dengar pendapat bersama Baleg DPR RI itu sudah mengusulkan sejumlah RUU untuk menjadi prioritas pada Prolegnas DPR RI periode 2024–2029.
Direktur Advokasi dan Monitoring Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Ronald Rofiandi dalam pemaparannnya mengatakan bahwa saat ini Indonesia mengalami hiper-regulasi atau banyaknya regulasi.
Salah satu kendala dalam implementasi pembangunan itu adalah ruwetnya regulasi, khususnya pada peraturan menteri.
“Kalau selama ini kita mendalilkan bahwa segala permasalahan itu harus di selesaikan dengan peraturan maka sesungguhnya pihak yang pertama kali kesulitan atau kewalahan itu justru pemerintah,” kata Ronald.
Menurutnya, hal itu pun perlu di pikirkan agar tidak terjadi hiper-regulasi melalui RUU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Selain itu, ia mengatakan bahwa perencanaan pembangunan juga sering tidak sinkron dengan perencanaan legislasi.
PSHK mengusulkan agar DPR memasukkan empat RUU untuk menjadi prioritas pada tahun 2025, yakni RUU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. RUU Hukum Masyarakat Adat, RUU Perkumpulan, dan RUU Perampasan Aset.
Sementara itu, Direktur Indonesian Parliamentary Center (IPC) Ahmad Hanafi mengatakan ada dua RUU yang di usulkan kepada Baleg DPR RI. Yaitu RUU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan RUU MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3).
IPC juga mendorong DPR RI membahas lima RUU lainnya, yakni RUU Keadilan Iklim, RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan. RUU Pengadaan Baran dan Jasa, RUU Keterbukaan Informasi Publik, dan RUU Masyarakat Adat.
Sedangkan Komnas Perempuan mengusulkan agar DPR membahas sekitar 16 RUU untuk periode 2024–2029. RUU yang paling pertama di singgung oKomnas Perempuan adalah RUU tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).